Selamat datang, Dunia
Ya, aku sudah merasa baikan. Makasih udah nanya x)
Orang-orang bodoh, waktu itu aku bilang. Dan mereka selalu datang berlarian padaku, meminta bantuanku, menceritakan tangisan-tangisan mereka di hadapanku! Bodoh, karena mengaggapku lebih pintar dari mereka, lebih cerdas dari mereka, lebih bisa dari mereka. Orang-orang bodoh. Dan walau mereka sering membuatku jengkel dan marah bukan main, tak akan pernah bisa aku tinggalkan mereka, karena para idiot itu begitu kusayangi.
Untunglah aku bukan Tuhan. Agaknya Ia lebih pandai mengendalikan emosi daripada aku. Hal yang bagus, kan? xp Jadi masyarakat ini belum juga berakhir. Mungkin, mungkinkah, masih ada harapan?
Terlalu banyak prasangka yang membunuh satu sama lain. Terlalu banyak pula tangisan dan darah yang tumpah. Betapa sering kita terburu-buru menganggap orang lain jauh melebihi kita, sehingga kita lalu rela ditindas, dan mau menumpahkan air mata dan darah.
Orang bilang aku sombong. Memang aku nggak punya minat untuk terlalu membungkuk-bungkuk pada orang lain. Bukan aku merasa lebih dari mereka -- aku cuma yakin kalo manusia itu setara.
Manusia telah memiliki semuanya. Sistem dan strukturlah yang lantas membuat ilusi bahwa kita berbeda dan berkelas-kelas. Segala persepsi sosial dan kultural yang diajarkan pada otak kita adalah kacamata kuda untuk melanggengkan struktur kelas tersebut. Kaya frasa yang sering diucap di The Secret, "otak manusia terlalu terbiasa jalan dengan autopilot." Padahal, kita semua punya kemampuan untuk mengenali dan membaca struktur dan memanfaatkannya baik untuk kepentingan manusia lain atau diri kita sendiri -- keputusan yang, bagiku, lantas membedakan antara baik dan buruk.
Aku benar-benar setuju sama orang-orang The Secret itu dalam berbagai pesan mereka ke murid-murid seminar mereka. Banyak yang bilang bahwa mereka (dan aku, dalam tataran mikro) bisa sukses begini-begitu karena ini-itu. Aku bilang aku sama sekali belum bisa disebut hebat, kalo aja orang mau memandang seluas samudera dunia. Sombongkah aku jika minta dibandingkan dengan kejeniusan Picasso atau Herzog, kesuksesan Jobs atau Zuckerberg? Aku cuma pengen bilang bahwa aku belum ada apa-apanya -- sama sekali! Tentunya mereka berdalih bahwa terlalu sombong aku jika mintanya dibandingkan dengan mereka, karena mereka orang-orang spesial.
I'm maybe disturbed, but won't you conceive?
Even heroes have the right to bleed*
Betapa ingin aku untuk mengajarkan pada semua orang bahwa hidup itu bisa diubah. Hidup kita dan hidup orang-orang di sekeliling kita. Things work on a higher level. Aku tahu itu -- aku telah menyaksikannya sendiri dalam hidupku.
Jika kau berdarah, maka bersenang-senanglah -- itu adalah darah seorang hero in the making. Berjuanglah. Berhentilah memuja-muja manusia lain -- cintailah mereka dengan sewajarnya, sebagai saudaramu yang setara. Hanya dengan begitulah kamu akan dapat mulai menghargai mereka-mereka yang tadinya kamu anggap lebih rendah darimu. Dengan begitu kamu bisa berhenti menangis dan mulai bersenang-senang. Percayalah, kamu nggak terlalu jauh dari impian-impianmu.
Selamat bermain-main, Dunia ;)
*kredit lagu: Superman/It's Not Easy oleh John Ondrasik/Five for Fighting. Masih suka merinding kalo ngedengerin lagu ini x) John is truly a great person.
Thursday, January 24, 2008
Friday, January 18, 2008
Latent Anger Wants Out
Selamat datang, Dunia
Apa yang membuatmu marah?
Sering aku merasa bahwa orang-orang itu begitu bodoh karena tidak pernah berpikir bahwa banyak hal yang mereka lakukan juga bekerja di level yang berbeda. Sering aku merasa bahwa orang-orang tak ada yang berani take a fuckin chance just to change their lives. Sering aku merasa bahwa orang-orang itu terlalu sibuk dengan prasangkanya masing-masing untuk dapat menghargai orang lain dengan benar dan pantas.
Aku benci semua orang. Terkadang aku bisa mengerti Kurt Cobain yang berpikir bahwa mungkin menjadi Helen Keller bukan ide yang terlalu buruk. Wouldn't being deaf-mute be nice, just to fuck away all the unnecessary judgements, all the incompetent trivial narrow-mindedness?
This is starting to sound the same.
I miss the comfort in being sad.*
Jika aku Tuhan, aku pasti akan memilih untuk menciptakan ras kehidupan baru di planet lain daripada melanjutkan masyarakat semacam ini. Aku ingin bersedih. But all that exists right now is stale anger -- tak lagi berapi-api, namun laten.
Maaf, Dunia, aku terlalu marah untuk melanjutkan. Aku hanya ingin memelukmu. Meremasmu hingga mati tak bernafas... Dan mungkin suatu saat kita akan berjumpa lagi dalam hari yang lebih cerah.
Until that day,
*kredit lagu: Frances Farmer Will Have Her Revenge on Seattle oleh Kurt Cobain/Nirvana, the person who inspired much of my critical anger.
P.S. A belated Happy Birthday for my great friend Eppie. You're an oasis in the desert of indifference. I hope all those cactuses in your heart keep on blooming to inspire more people. The thought that people like you exist is a reason to smile, even in my anger. So here's for you :)
Apa yang membuatmu marah?
Sering aku merasa bahwa orang-orang itu begitu bodoh karena tidak pernah berpikir bahwa banyak hal yang mereka lakukan juga bekerja di level yang berbeda. Sering aku merasa bahwa orang-orang tak ada yang berani take a fuckin chance just to change their lives. Sering aku merasa bahwa orang-orang itu terlalu sibuk dengan prasangkanya masing-masing untuk dapat menghargai orang lain dengan benar dan pantas.
Aku benci semua orang. Terkadang aku bisa mengerti Kurt Cobain yang berpikir bahwa mungkin menjadi Helen Keller bukan ide yang terlalu buruk. Wouldn't being deaf-mute be nice, just to fuck away all the unnecessary judgements, all the incompetent trivial narrow-mindedness?
This is starting to sound the same.
I miss the comfort in being sad.*
Jika aku Tuhan, aku pasti akan memilih untuk menciptakan ras kehidupan baru di planet lain daripada melanjutkan masyarakat semacam ini. Aku ingin bersedih. But all that exists right now is stale anger -- tak lagi berapi-api, namun laten.
Maaf, Dunia, aku terlalu marah untuk melanjutkan. Aku hanya ingin memelukmu. Meremasmu hingga mati tak bernafas... Dan mungkin suatu saat kita akan berjumpa lagi dalam hari yang lebih cerah.
Until that day,
*kredit lagu: Frances Farmer Will Have Her Revenge on Seattle oleh Kurt Cobain/Nirvana, the person who inspired much of my critical anger.
P.S. A belated Happy Birthday for my great friend Eppie. You're an oasis in the desert of indifference. I hope all those cactuses in your heart keep on blooming to inspire more people. The thought that people like you exist is a reason to smile, even in my anger. So here's for you :)
Tuesday, January 8, 2008
Education, Fetish Fashion
Selamat datang, Dunia
Apa definisi kebodohan bagimu?
Terkadang aku heran, betapa banyak orang yang mendefinisikan kebodohan dengan angka-angka dan gelar-gelar. Herannya lagi, betapa banyak sistem masyarakat yang berputar mengitari pengkategorian ini. Kadang aku bertanya-tanya, apa nggak ada ya yang nyadar betapa banyak hal ini udah ngancurin hidup manusia? Berapa orang yang udah dipaksa percaya bahwa mereka bener-bener nggak berharga buat dunia karena gelar-gelar ini? Aku tahu, mungkin itu emang tujuannya; menghancurkan hidup orang agar populasi manusia -- atau dalam hal ini populasi lembaga -- nggak terlalu banyak. Pendidikan emang udah jadi peranti seleksi Malthusian lainnya.
Nggak kasihan, ya? Pernah lihat anak-anak SD dengan tas-tas mereka, kan, pastinya? Ha, ya, mungkin sekilas mereka memang imut, dengan tas berbobot 60% berat tubuh mereka itu mereka tentunya kelihatan lebih konyol lagi. Tapi, coba buka isinya! Baca buku-buku teksnya! Kamu bakal terkesiap, betapa anak-anak itu sudah dipaksa menyandang sebongkah hebat kemunafikan di punggung mereka sedini mungkin. Para manusia kecil yang dipaksa membungkuk-bungkuk di bawah beban kedangkalan ritual lembaga yang sok benar. Bullshit with free education -- with that kind of curriculum, with that kind of teaching method, ujung-ujungnya juga anak-anak itu cuma pion biar orang-orang tua bisa mentransaksikan isi dompetnya dengan jumlah yang kian besar, dengan mempertukarkan masa depan anak-anak ini.
I mean, seriously, who are you kidding, folks? Banyak orang yang ngira kalo penggojlogan itu cuma buat siswa sekolah mengengah dan tinggi baru yang cuma bertahan seminggu-dua minggu. Kalo dipikir-pikir, penggojlogan itu dimulai sejak kita diberi nilai oleh sebuah sistem, dan terus berlanjut sampai kita berhasil keluar dari sistem itu. Parahnya, kebanyakan orang mati duluan sebelum pernah bisa keluar dari sistem.
Orang sekolah, kuliah, dsb itu, makin tua makin pelacur aja rasanya. Makin tua makin ngaku kalo mereka ngelakuin semua sandiwara ini demi beberapa huruf bodoh di sekitar nama mereka yang akan dapat membantu mereka secara ekonomis nantinya. Bukan lagi demi kenikmatan, tapi sekedar demi uang dan pekerjaan -- mengkhianati otak sementara begitu sok suci dengan tubuh mereka. Melakukan semuanya agar dapat membodohi sekian banyak orang bodoh lainnya agar dapat dipilih oleh orang-orang bodoh tadi agar dapat menjabat berbagai jabatan bodoh agar mereka absah untuk melakukan kebodohan-kebodohan lain yang kian hebat dan merusak.
Berita baiknya, in case you haven't realized, orang-orang bodoh nggak jatuh dari langit dan mengambil alih dunia begitu saja, atau datang dari dimensi lain just to fuck everything up. Mereka semua berjalan-jalan diantara kita, pergi ke sekolah sama kita, punya anak-anak yang sama dipermainkannya dengan anak-anak kita, masuk sistem masyarakat yang sama sama kita. Dan justru karena itu, mereka bukan musuh yang hendak kita perangi. Kebodohan mereka lah yang harus kita perangi; tentunya setelah memerangi kebodohan kita sendiri.
Menurutku, kebodohan adalah ketidaksadaran akan sistem yang memenjara kita. Kebodohan adalah mau berkonyol-konyol ditekan lembaga dengan berbagai kemunafikan walau masa orientasi kampus sudah selesai.
You should be honored by my lateness
That I'd even show up to this fake shit*
Itu sebabnya Self-Similar Fragment ini ditulis: Untuk membebaskan pikiranmu. Harapanku, jangan lagi kamu percaya penggolongan-penggolongan timpang yang ditanamkan masyarakat padamu. Kaya lagu di atas, kamu datang telat pun seharusnya semua orang itu tunduk menghormatimu karena kamu, sebagai manusia yang sadar, masih mau hadir dalam ruang kelas yang sudah jadi this fake shit shopping mall yang tanpa tahu malu menamai dirinya sendiri "pendidikan" dan berbagai alias sok suci lainnya.
Ingatlah, Dunia, siapapun wajah dan nama yang kamu gunakan selagi membaca tulisan ini, bahwa kamu berharga, jauh lebih dari apa yang bisa dinilaikan sistem padamu. Dan sadarlah bahwa ada hal-hal yang lebih besar di luar sana. Dan mungkin, suatu saat, kau dan aku bisa menciptakan dunia di mana tas anak-anak SD dipenuhi dengan hal-hal yang mereka benar-benar suka dan bangga, saat para orangtua sudah tak lagi bermain pasar-pasaran dengan masa depan anak mereka.
Selamat bermain-main, Dunia ;)
*kredit lagu: Stronger oleh Kanye West feat. Daft Punk -- Nggak nyangka these great musicians bisa berkolaborasi dan menghasilkan lagu yang begitu dahsyat.
P.S. Dalam kesempatan ini aku mau ngucapin Selamat Menempuh Hidup Baru buat Mas Syarifuddin, my great friend, teacher, and mentor -- ketahuilah Dunia, tanpa bantuan orang hebat satu ini I won't be the socially aware person I am now. He's truly a great man. Sori ya Kang, ga bisa dateng ke Bogor buat resepsinyah! x) My prayers will always be with you.
Apa definisi kebodohan bagimu?
Terkadang aku heran, betapa banyak orang yang mendefinisikan kebodohan dengan angka-angka dan gelar-gelar. Herannya lagi, betapa banyak sistem masyarakat yang berputar mengitari pengkategorian ini. Kadang aku bertanya-tanya, apa nggak ada ya yang nyadar betapa banyak hal ini udah ngancurin hidup manusia? Berapa orang yang udah dipaksa percaya bahwa mereka bener-bener nggak berharga buat dunia karena gelar-gelar ini? Aku tahu, mungkin itu emang tujuannya; menghancurkan hidup orang agar populasi manusia -- atau dalam hal ini populasi lembaga -- nggak terlalu banyak. Pendidikan emang udah jadi peranti seleksi Malthusian lainnya.
Nggak kasihan, ya? Pernah lihat anak-anak SD dengan tas-tas mereka, kan, pastinya? Ha, ya, mungkin sekilas mereka memang imut, dengan tas berbobot 60% berat tubuh mereka itu mereka tentunya kelihatan lebih konyol lagi. Tapi, coba buka isinya! Baca buku-buku teksnya! Kamu bakal terkesiap, betapa anak-anak itu sudah dipaksa menyandang sebongkah hebat kemunafikan di punggung mereka sedini mungkin. Para manusia kecil yang dipaksa membungkuk-bungkuk di bawah beban kedangkalan ritual lembaga yang sok benar. Bullshit with free education -- with that kind of curriculum, with that kind of teaching method, ujung-ujungnya juga anak-anak itu cuma pion biar orang-orang tua bisa mentransaksikan isi dompetnya dengan jumlah yang kian besar, dengan mempertukarkan masa depan anak-anak ini.
I mean, seriously, who are you kidding, folks? Banyak orang yang ngira kalo penggojlogan itu cuma buat siswa sekolah mengengah dan tinggi baru yang cuma bertahan seminggu-dua minggu. Kalo dipikir-pikir, penggojlogan itu dimulai sejak kita diberi nilai oleh sebuah sistem, dan terus berlanjut sampai kita berhasil keluar dari sistem itu. Parahnya, kebanyakan orang mati duluan sebelum pernah bisa keluar dari sistem.
Orang sekolah, kuliah, dsb itu, makin tua makin pelacur aja rasanya. Makin tua makin ngaku kalo mereka ngelakuin semua sandiwara ini demi beberapa huruf bodoh di sekitar nama mereka yang akan dapat membantu mereka secara ekonomis nantinya. Bukan lagi demi kenikmatan, tapi sekedar demi uang dan pekerjaan -- mengkhianati otak sementara begitu sok suci dengan tubuh mereka. Melakukan semuanya agar dapat membodohi sekian banyak orang bodoh lainnya agar dapat dipilih oleh orang-orang bodoh tadi agar dapat menjabat berbagai jabatan bodoh agar mereka absah untuk melakukan kebodohan-kebodohan lain yang kian hebat dan merusak.
Berita baiknya, in case you haven't realized, orang-orang bodoh nggak jatuh dari langit dan mengambil alih dunia begitu saja, atau datang dari dimensi lain just to fuck everything up. Mereka semua berjalan-jalan diantara kita, pergi ke sekolah sama kita, punya anak-anak yang sama dipermainkannya dengan anak-anak kita, masuk sistem masyarakat yang sama sama kita. Dan justru karena itu, mereka bukan musuh yang hendak kita perangi. Kebodohan mereka lah yang harus kita perangi; tentunya setelah memerangi kebodohan kita sendiri.
Menurutku, kebodohan adalah ketidaksadaran akan sistem yang memenjara kita. Kebodohan adalah mau berkonyol-konyol ditekan lembaga dengan berbagai kemunafikan walau masa orientasi kampus sudah selesai.
You should be honored by my lateness
That I'd even show up to this fake shit*
Itu sebabnya Self-Similar Fragment ini ditulis: Untuk membebaskan pikiranmu. Harapanku, jangan lagi kamu percaya penggolongan-penggolongan timpang yang ditanamkan masyarakat padamu. Kaya lagu di atas, kamu datang telat pun seharusnya semua orang itu tunduk menghormatimu karena kamu, sebagai manusia yang sadar, masih mau hadir dalam ruang kelas yang sudah jadi this fake shit shopping mall yang tanpa tahu malu menamai dirinya sendiri "pendidikan" dan berbagai alias sok suci lainnya.
Ingatlah, Dunia, siapapun wajah dan nama yang kamu gunakan selagi membaca tulisan ini, bahwa kamu berharga, jauh lebih dari apa yang bisa dinilaikan sistem padamu. Dan sadarlah bahwa ada hal-hal yang lebih besar di luar sana. Dan mungkin, suatu saat, kau dan aku bisa menciptakan dunia di mana tas anak-anak SD dipenuhi dengan hal-hal yang mereka benar-benar suka dan bangga, saat para orangtua sudah tak lagi bermain pasar-pasaran dengan masa depan anak mereka.
Selamat bermain-main, Dunia ;)
*kredit lagu: Stronger oleh Kanye West feat. Daft Punk -- Nggak nyangka these great musicians bisa berkolaborasi dan menghasilkan lagu yang begitu dahsyat.
P.S. Dalam kesempatan ini aku mau ngucapin Selamat Menempuh Hidup Baru buat Mas Syarifuddin, my great friend, teacher, and mentor -- ketahuilah Dunia, tanpa bantuan orang hebat satu ini I won't be the socially aware person I am now. He's truly a great man. Sori ya Kang, ga bisa dateng ke Bogor buat resepsinyah! x) My prayers will always be with you.
Tuesday, January 1, 2008
Tahun Baru, Ironi Lama, Hasrat Abadi
Selamat datang, Dunia
2008. Petualanganku di lautan luas bernama cyberculture kulanjutkan...
Tahun baru ngapain aja? Lately, emang jawabnya sama aja: kaga ngapa-ngapain. Banyak orang nyalain kembang api di sekitar, anak-anak kecil tiup terompet, ada juga yang rayain dengan nulis resolusi-resolusi tahun baru. Yang lain biasa aja. Aku sendiri memilih, tentunya, untuk sit back and relax, enjoy the ride, menonton masyarakat dari jauh.
Malam tahun baru kuhabiskan di depan layar komputer, dan agaknya banyak juga temen-temen yang ngelakuin hal yang sama. Dasar Generasi-Y. Chatting with my wonderful friend Fadhila, an interesting girl of 14 yang agaknya sedikit terlalu gemar bercerita XP ampe larut jam 2 pagi. So I really can't say my new year was lonely - agaknya Sang Internet sering juga mengerjakan tugasnya menyambung-nyambungkan manusia dengan baik, makin baik aja di ultahnya (TCP/IP) yang ke-25 ini :O
Paginya pergi dengan my lovely girl Ara ke alun-alun kota. Tempat itu tempat yang selalu menakjubkan buat aku - dan tentunya ia juga belajar takjub. Selalu menyenangkan mengamati masyarakat, ngelihat anak-anak kecil berlarian meniup dan mengejar gelembung-gelembung sabun, ngelihat betapa besarnya pohon-pohon yang ada di situ (salah satu tempat rindang di kota Malang) sambil mikir gimana tempat ini kira-kira waktu para pohon peneduh itu masih kecil dulu, dan gimana perasaan mereka sekarang :)
Menyenangkan, namun ironis. Bukankah masyarakat selalu begitu? Kaya Sartre bilang, "Hell is other people," dan dalam banyak kasus emang ini keadaannya. Tapi sering juga, when you look at all the love going around in society, pasti kamu juga bakal berpikir positif tentang mereka. Ya, aku tahu, emang yang namanya "love" juga konstruksi sosial aja, yang didefinisikan dengan berbagai kata-kata, jejaring bahasa yang memberikan status pada orang-orang, menentukan mana yang harus kamu cintai, siapa yang harus kamu benci. Tapi manifestasinya sering lumayan kok x)
Lalu ada anak-anak berlarian membawa berbagai mainan plastik murah, dengan berbagai dandanan menor dan baju-baju yang lucu-lucu. Manis, innocent. Namun juga ironis. Kadang aku ga berani ngebayangin bakal jadi apa mereka nantinya. Terlalu banyak orang tua yang membesarkan anak tanpa tahu apa yang mereka lakukan. Yang menentukan adalah iklan-iklan yang mereka tonton, yang menanamkan pada mereka apa-apa yang harus mereka beli agar menjadi orangtua yang baik. Really, kan, benernya anak-anak apa peduli seberapa imut mereka didandani? Orangtua kan beli-beli itu karena ingin jadi orangtua yang baik, dan mereka ga tau cara lain selain beli barang-barang, jadi konsumen yang baik, dan mendidik anak-anak mereka jadi warga kapitalis yang sama tertindasnya dengan mereka. Mengerikan, betapa pervasifnya ideologi itu sehingga yang ga punya duit pun maksa beli-beli. Kaya kata Diva di novel Dee, main boneka dengan anak-anak mereka sendiri.
Yah, bagaimanapun semua orang cuma berusaha yakin akan sesuatu. Dan di tengah masyarakat pasar dan tontonan, cara paling mudah untuk memiliki iman adalah dengan membeli-beli segala macam barang. Apa yang dikatakan iklan dengan berbagai citranya adalah kitab kita. Resistance is futile, and consumption is patriotic. Really, sebenernya apa yang kita beli adalah bagian-bagian jiwa kita yang hilang, kan? Aren't we all just trying to believe? Para orangtua yang bermain boneka dengan anak-anak mereka, aku yakin, mereka pasti iri dengan anak-anak yang bisa begitu terhiburnya dengan sebongkah wadah gelembung sabun. Mungkin itu sebabnya mereka membesarkan para anak-anak itu in first place...
Dan tahun ini, semoga aku bisa lebih mendedikasikan diriku untuk para warga dunia, menginspirasikan perubahan dan kesetaraan, sekecil apapun. Dan, yang terpenting, di tahun ini aku berdoa semoga kamu, pembaca, berusaha untuk melakukan hal yang sama, siapapun kamu. Ingat aja, kamu setara dan tak berwajah di hadapan tulisanku ini, sama-sama anak-anak pengejar gelembung sabun di hati, seperti juga aku :)
Cintailah dunia, telanjangilah masyarakat, dan percayalah, kamu akan menyukai petualangan itu. Kaya salah satu slogan huruhara Paris Mei 1968, "In a society that has abolished all adventures, the only adventure left is to abolish society."
Selamat bermain-main, Dunia ;)
*kredit lagu: One Love/People Get Ready oleh Bob Marley, one of my great heroes yang albumnya kunyanyikan sebagai himne tahun baru ini
2008. Petualanganku di lautan luas bernama cyberculture kulanjutkan...
Tahun baru ngapain aja? Lately, emang jawabnya sama aja: kaga ngapa-ngapain. Banyak orang nyalain kembang api di sekitar, anak-anak kecil tiup terompet, ada juga yang rayain dengan nulis resolusi-resolusi tahun baru. Yang lain biasa aja. Aku sendiri memilih, tentunya, untuk sit back and relax, enjoy the ride, menonton masyarakat dari jauh.
Malam tahun baru kuhabiskan di depan layar komputer, dan agaknya banyak juga temen-temen yang ngelakuin hal yang sama. Dasar Generasi-Y. Chatting with my wonderful friend Fadhila, an interesting girl of 14 yang agaknya sedikit terlalu gemar bercerita XP ampe larut jam 2 pagi. So I really can't say my new year was lonely - agaknya Sang Internet sering juga mengerjakan tugasnya menyambung-nyambungkan manusia dengan baik, makin baik aja di ultahnya (TCP/IP) yang ke-25 ini :O
Paginya pergi dengan my lovely girl Ara ke alun-alun kota. Tempat itu tempat yang selalu menakjubkan buat aku - dan tentunya ia juga belajar takjub. Selalu menyenangkan mengamati masyarakat, ngelihat anak-anak kecil berlarian meniup dan mengejar gelembung-gelembung sabun, ngelihat betapa besarnya pohon-pohon yang ada di situ (salah satu tempat rindang di kota Malang) sambil mikir gimana tempat ini kira-kira waktu para pohon peneduh itu masih kecil dulu, dan gimana perasaan mereka sekarang :)
Menyenangkan, namun ironis. Bukankah masyarakat selalu begitu? Kaya Sartre bilang, "Hell is other people," dan dalam banyak kasus emang ini keadaannya. Tapi sering juga, when you look at all the love going around in society, pasti kamu juga bakal berpikir positif tentang mereka. Ya, aku tahu, emang yang namanya "love" juga konstruksi sosial aja, yang didefinisikan dengan berbagai kata-kata, jejaring bahasa yang memberikan status pada orang-orang, menentukan mana yang harus kamu cintai, siapa yang harus kamu benci. Tapi manifestasinya sering lumayan kok x)
Lalu ada anak-anak berlarian membawa berbagai mainan plastik murah, dengan berbagai dandanan menor dan baju-baju yang lucu-lucu. Manis, innocent. Namun juga ironis. Kadang aku ga berani ngebayangin bakal jadi apa mereka nantinya. Terlalu banyak orang tua yang membesarkan anak tanpa tahu apa yang mereka lakukan. Yang menentukan adalah iklan-iklan yang mereka tonton, yang menanamkan pada mereka apa-apa yang harus mereka beli agar menjadi orangtua yang baik. Really, kan, benernya anak-anak apa peduli seberapa imut mereka didandani? Orangtua kan beli-beli itu karena ingin jadi orangtua yang baik, dan mereka ga tau cara lain selain beli barang-barang, jadi konsumen yang baik, dan mendidik anak-anak mereka jadi warga kapitalis yang sama tertindasnya dengan mereka. Mengerikan, betapa pervasifnya ideologi itu sehingga yang ga punya duit pun maksa beli-beli. Kaya kata Diva di novel Dee, main boneka dengan anak-anak mereka sendiri.
Is there a place for the hopeless sinner,
Who has hurt all mankind just to save his own beliefs?*
Yah, bagaimanapun semua orang cuma berusaha yakin akan sesuatu. Dan di tengah masyarakat pasar dan tontonan, cara paling mudah untuk memiliki iman adalah dengan membeli-beli segala macam barang. Apa yang dikatakan iklan dengan berbagai citranya adalah kitab kita. Resistance is futile, and consumption is patriotic. Really, sebenernya apa yang kita beli adalah bagian-bagian jiwa kita yang hilang, kan? Aren't we all just trying to believe? Para orangtua yang bermain boneka dengan anak-anak mereka, aku yakin, mereka pasti iri dengan anak-anak yang bisa begitu terhiburnya dengan sebongkah wadah gelembung sabun. Mungkin itu sebabnya mereka membesarkan para anak-anak itu in first place...
Dan tahun ini, semoga aku bisa lebih mendedikasikan diriku untuk para warga dunia, menginspirasikan perubahan dan kesetaraan, sekecil apapun. Dan, yang terpenting, di tahun ini aku berdoa semoga kamu, pembaca, berusaha untuk melakukan hal yang sama, siapapun kamu. Ingat aja, kamu setara dan tak berwajah di hadapan tulisanku ini, sama-sama anak-anak pengejar gelembung sabun di hati, seperti juga aku :)
Cintailah dunia, telanjangilah masyarakat, dan percayalah, kamu akan menyukai petualangan itu. Kaya salah satu slogan huruhara Paris Mei 1968, "In a society that has abolished all adventures, the only adventure left is to abolish society."
Selamat bermain-main, Dunia ;)
*kredit lagu: One Love/People Get Ready oleh Bob Marley, one of my great heroes yang albumnya kunyanyikan sebagai himne tahun baru ini
Subscribe to:
Posts (Atom)