Selamat datang, Dunia
Lama aku nggak update blog ini; sepuluh hari sudah. Sori, yah! Proyek baru selesai, dan aku juga membuat blog baru berorientasi berita teknologi web. Kamu bisa lihat di sini. Onwards...
Aku bukan orang yang menentang seks bebas, walau bukan orang yang menjalani hidup semacam itu. Namun yang sering membuatku geli, adalah orang-orang yang masih beranggapan bahwa kehidupan seks bebas itu tindakan revolusi. Sementara memang benar bahwa seks bebas itu melanggar berbagai norma resmi di masyarakat, kurasa millenium ini sudah bukan saatnya lagi menggembar-gemborkan free love as a revolutionary agent. Pun bukan saatnya blak-blakan menentang segala yang ada -- itu sudah jadi klise pasar.
Ya, era hippies sudah lewat. Lihat aja basis free love yang dilakukan sekarang. Media massa. Iklan. Fashion dan hiburan yang kian hypersexualized. Masyarakat yang terus didorong untuk meminta, mencitrakan, dan mempertontonkan seksualitas yang kian ekstrim di usia yang makin muda dan makin mengobyektifikasi dan mengkomodifikasi tubuh. Dan perang, pelecehan, dan diskriminasi terus terjadi, bahkan lebih parah. John Lennon pun akan berpikir empat kali sebelum mempromosikan free love jika ia masih hidup sekarang.
Aku orang yang praktis -- tak pernah aku keberatan suatu hal yang dilakukan orang lain dengan alasan keyakinanku pribadi. Jadi, aku hanya keberatan orang yang gembar-gembor seksualitasnya namun berani mengatakan dirinya kritis dan peka terhadap dominasi budaya. Seks pasaran itu peranti kapital; apa artinya menentang penguasa tapi terus memelihara senjatanya?
Hippies dan berbagai gerakan revolusioner pada jamannya memang masuk akal bila menggunakan seks sebagai gaya hidup anti-kemapanan. Namun kekuatan sudah bergeser, dari negara ke perusahaan. Dan sementara negara mungkin akan terkacaukan dengan seks bebas di sana-sini, perusahaan justru makin punya alat manipulasi -- dan sesuatu untuk dipasarkan!
Menurutku kejadiannya sama dengan punk dan berbagai subkultur anti-kapitalis lain. Mengutip Naomi Klein, kapitalisme sama sekali nggak takut sama yang namanya pemberontakan DIY dan sejenisnya -- justru, ia diam-diam curi-curi pandang karena naksir sama semuanya. Dan, guess what, ternyata semuanya nerima waktu ditembak!
Yang sedang kucoba katakan padamu, Dunia, adalah betapa banyaknya orang-orang yang sudah dibujuk menjalani hidup yang seperti ini atau itu demi merasa mereka sedang melakukan suatu perlawanan atau pemberontakan, padahal mereka justru sedang dimanfaatkan oleh kekuasaan itu demi mempertahankan status quo. Kaya kata Zizek, "mari kita semua memberontak agar tak ada yang berubah sama sekali!"
Lalu, masih adakah kemungkinan perlawanan? Is resistance really futile?
Kalau memang melawan secara langsung membuat mereka justru menang, mungkin itu bukan karena mereka dewa kegelapan yang amat kuat -- mungkin saja itu karena dari awal kita lah yang memposisikan diri sebagai kaum yang lebih lemah. Dan pihak dominan yang dari awal menganggap para kontrabudaya itu unik dan menarik akhirnya berhasil mengakuisisi logo-logo dan gaya hidup mereka demi kepentingan pihaknya.
Kalau mau jadi orang yang kritis, jangan terlalu menyibukkan diri dengan berbagai logo, citra, dan gaya hidupmu yang kamu anggap unik dan superior. Pergilah dan lakukan sesuatu. Berekreasilah untuk kepentingan rekreasi, bukan demi citra bahwa kamu telah melakukan sesuatu yang lain.
Selamat berekreasi, Dunia ;)
P.S. Nggak ada lagu kali ini. Lain kali, ya? Tapi ada ucapan selamat ulang tahun pada banyak banget wanita hebat. Mama dan Omaku, 1 Februari -- dua wanita luar biasa yang merupakan alasan diriku menjadi Bonni. Ara, 5 Februari -- kamu bukan seribu bintang, tapi kamu gravitasi misterius yang menggerakkan semua cahaya duniaku; love you always! Maya, 11 Februari -- sahabatku yang super asik, dan penyelamat hari-hari kuliahku; tanpamu mungkin aku sudah D.O. dari dulu karena terlalu banyak tugas dan jadwal yang terlupa ditambah kebosanan yang mendalam! :p Wish you all well!
Monday, February 11, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment